Dimanakah sahabatku ?

Suatu kali, Socrates bertanya kepada seorang lelaki tua yang sederhana tentang apa yang paling membuatnya bersyukur. Lelaki itu menjawab, "Yang saya syukuri adalah meski keadaan saya begini, saya memiliki sahabat-sahabat yang begitu setia sampai saat ini."

Ada banyak sahabat yang tidak setia.
"Kekayaan menambah banyak sahabat, tetapi orang miskin ditinggalkan sahabatnya." Namun demikian, sahabat sejati "menaruh kasih setiap waktu" 
"lebih karib daripada seorang saudara"

Kata "friend" (sahabat) dalam bahasa Inggris berasal dari akar kata yang sama dengan "freedom" (kebebasan). Sahabat sejati memberi kebebasan kepada kita untuk menjadi diri sendiri. Kita bebas mengungkapkan kebimbangan, gangguan, dan ancaman dalam kehidupan kita.

Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya.

Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.

Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan
mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis.

Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya. Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya.

"Sahabat sejati adalah sahabat yang tidak selalu mendukung atau men-support diri kita, tapi juga akan mengingatkan jika kita melakukan kesalahan.
Dia memahami kita, dan mencoba untuk menjaga perasaan kita.
Sahabat sejati tak butuh pamrih.
Sahabat yang membawa kita pada kebaikan bukan sebaliknya.
Dia membantu kita memecahkan masalah.
Menolong kita semampunya.
Dan mampu membawa kita pada perubahan yang lebih baik."


"sahabat sejati adalah ketika mereka marah, kita tidak ikut marah.
Ketika mereka sedih, kita menenangkan.
Ketika mereka menyakiti, kita bersabar diri.
Ketika mereka berekspresi, kita dukung.
Ketika mereka salah, kita tegur.
Ketika mereka bahagia, kita tersenyum.
Ketika mereka sedih, kita hibur.
Ketika mereka sudah tak lagi berada dekat dengan kita, kita doakan mereka."

"In my opinion, sahabat sejati adalah dia yang bisa melihat ada dirinya di dalam diri kita, dan kita mampu merasa ada diri kita di dalam dirinya"

Sahabat boleh banyak, tapi sahabat sejati adalah elitis. Cuma segelintir. Kenapa? Karena itu tadi, ada syarat yang sulit, yaitu keberadaan satu diri dalam dua tubuh. Sahabat sejati itu seperti cermin yang memantulkan bayangan kita sendiri. Khalifah Ali, sang filsuf itu, malah pernah berkata, "Tunjukkan aku siapa sahabatmu, maka aku akan bisa menilai siapa dirimu". Jadi, sahabat sejati adalah diri kita dalam wujud lain.

Perbedaan diantara dua sahabat adalah sebuah keniscayaan, tapi sahabat sejati selalu berusaha mencari persamaan. Sebab dengan itu, kita tak perlu bersusah payah menjelaskan. Banyak hal setara atau serupa. cara bertutur, cara pandang hidup, cara memilih kata, cara menghargai keindahan, dan seribu cara lain yang sama, yang seolah-olah kita sedang berbicara dengan diri kita sendiri.

Maka, pertanyaan lanjutannya adalah. Apakah sahabat sejati itu ada? Dimana dia berada? Seperti apa wujudnya?

Sahabat sejati, jika dia berwujud sosok, bisa berasal dari bagian masa lalu. Bisa juga, bahkan masih menjadi bagian dari kehidupan yang sekarang. Tapi, bisa juga ia baru ditemukan di masa mendatang. Atau, satu hal ini, selamanya tak tertemukan. Ia bisa juga berada di dekat kita, atau terpisahkan oleh daratan dan samudera. Namun, sejatinya, betapapun jauh jarak yang memisah, hati dua orang sahabat sejati akan selalu dekat. Sekali tertaut, tak akan mungkin terpisah.

Maka, jika kita bisa menemukan dan yakin-seyakinnya bahwa 'dia' adalah sahabat sejati kita. Maka bersyukurlah kepada Allah, sang Pencipta Sahabat. Sebab, sahabat sejati adalah sebuah keindahan. Kehadiran seorang sahabat sejati dalam kehidupan kita, sudah setara dengan keindahan bumi dan seisinya. Jika, sahabat sejati itu pergi, maka keringlah segala telaga. Begitu bermaknanya seorang sahabat, hingga bisa saja kita mengatakan, "lebih baik berdua sahabat menyusuri kegelapan, daripada sendiri berada dalam terang".

Tak salah lagi, sahabat sejati adalah teman berbagi. Sahabat sejati tidak akan meminta lebih dari yang bisa kita beri. Sahabat sejati memiliki pintu maaf tak terhitung. Kita dapat memasukinya dari arah mana saja yang kita mau. Dan itu tulus, tak hanya terucap lisan tapi juga dari hati. Sahabat sejati membaca sebuah protes atau kritik bukan sebagai serangan melainkan sebagai kepedulian.

Nah, dititik ini, kita bisa menemukan... bahwa lawan kata sahabat bukanlah musuh, tapi ketidakpedulian. Antonim sahabat bukanlah lawan, tapi kemasabodohan. Begitu kita tidak peduli dan begitu kita masa bodoh, maka perlahan demi perlahan... kita telah membunuh sahabat sejati, dan itu berarti...kita juga sedang membunuh diri kita sendiri! Tragis!

No comments:

Post a Comment

Copyright © Sebuah Perjalanan